Perkumpulan Pengacara & Praktisi Hukum Pajak Indonesia (P3HPI) kembali menggelar Webinar
Jakarta , 28 Pebruari 2023 – Usai melakukan pendidikan pengacara dan praktisi pajak tanggal 13–27 Pebruari 2023 di Jakarta, Perkumpulan Pengacara & Praktisi Hukum Pajak Indonesia (P3HPI) kembali menggelar webinar sebagai penutup acara bertemakan “Telaah Konsepsi Ultimum Remedium Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Tindak Pidana Perpajakan”, dengan tujuan menambah wacana berfikir betapa tidak mudah menegakan hukum pajak pada tataran prinsip ultimum remedium.
Dr. Jhon Eddy selaku Ketum P3HPI sekaligus narasumber kerap mempertanyakan dua hal dalam paparannya, pertama, apakah langkah pidana pajak sudah memberi kepastian hukum dalam praktik penehakan hukum pajak? Kedua, menyitir Prof. Wirjono mantan Ketua MA, yang menghendaki penegakan hukum hendaknya terlebih dahulu dijalankan dengan hukum lain, baru pidana. Soal efek jera, menurut Jhon sampai saat ini tidak pernah ada kajian dan jaminan pasti. Kalau begitu, ultimum remedium patut jadi telaahan lebih lanjut.
Soal ultimum juga dibahas Drs. Pontas Pane, Anggota Dewan Kehormatan P3HPI, Beliau menekankan bahwa perhitungan kerugian negara bila terkena Buper sebagaimana telah di atur dalam PMK 177/PMK.03/2022 TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN (BUPER)
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN ada pasal yang memberatkan khususnya di atur pada
Pasal 38 (alfa) Denda Min. 1 kali dan Maks. 2 kali dan kurungan Min. 3 bulan dan Maks. 1 tahun,
Pasal 39 ayat 1 (kesengajaan) Denda Min. 2 kali dan Maks. 4 kali dan Penjara Min. 6 bulan dan Maks. 6 tahun,
Pasal 39 ayat 3 (kesengajaan) Denda Min. 2 kali dan Maks. 4 kali dan Penjara Min. 6 bulan dan Maks. 2 tahun, dan
Pasal 39 A (kesengajaan), dengan denda minimal 2 (dua) kali dan maksimal 6 (enam) kali, serta penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 6 (enam) tahun dan
Pasal 44 B UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tentang penyidikan, penuntutan dan sidang dan dapat dilakukan pemidanaan seketika ketika adanya pemeriksaan Buper, dengan tujuan bahwa pemidanaan dengan pengamanan barang bukti dan meminta keterangan dalam hal pemeriksaan terdakwa dan penangganan bahan bukti.
Namun, Dr. Richard Burton, menilai rumusan norma dalam UU KUP No. 6/1983 sekalipun telah diubah dengan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, masih muncul keraguan dalam praktek penegakan hukumnya. Fiskus kerap memilih antara cara pidana dan cara administrasi yang hendak dijalankan.
Dr. Richard Burton pun mengutip pandangan ahli pidana Prof. Andi Hamzah yang menyatakan pidana dalam UU pajak hanya untuk menakut-nakuti supaya pajak dipatuhi. Ketika hakim memutus pidana, itu terjadi karena cara berhukum hakim condong pada pola pikir pidana, bukan pola pikir filosofi pajak. Disinilah perlunya rumusan norma UU pajak supaya jelas (lex certa) dan tegas (lex stricta). Itu sebabnya patut ditelaah argumentasi hukum dari putusan pengadilan.
Webinar semakin menarik karena kehadiran moderator Dr © Men Wih, yang juga mempersoalkan makna hukum ultimum remedium dalam konteks pungutan pajak. Dengan suaranya yang khas, Dr © Men Wih ikut mengkritisi mengapa hakim begitu mudah memutus pidana kalau toh masih bisa diambil pajaknya dari harta yang dimilikinya.
Menyangkut masalah penuntutan tanpa penjatuhan pidana penjara seperti yang diatur di UU HPP masih menjadi tanda tanya apakah ada "rule modelnya" seperti diatur di KUHP jo KUHAP. Walaupun sejatinya pada prinsipnya hukum pidana, tujuannya memberikan efek jera (detterent effect) kepada tersangka/terpidana. Lebih lanjut Dr. Jhon Eddy menyampaikan, Apakah implementasi UU HPP ini bisa diterapkan oleh pihak kejaksaan masih menjadi pembahasan termasuk putusan hakim apakah bisa dijatuhkan di luar ketentuan pidana di KUHP, Apakah Majelis Hakim bisa memutuskan vonis berdasarkan hukum/kenyataan di lapangan (living law in society) ) atau berdasarkan keyakinan hakim. Mari kita tunggu lebih lanjut bagaimana praktek penuntutan Jaksa dan putusan Majelis Hakim nantinya.
Akhirnya, webinarpun menyimpulkan dua hal yang patut ditelaah supaya ada kepastian dalam penegakan hukum pajak yang menjadi tujuan hukum untuk kepentingan perpajakan, (i) rumusan norma harus diperjelas untuk menghindari pilihan hukum yang tidak pasti; (ii) fiskus mesti jeli melihat persoalan perpajakan untuk dicari keadilannya menurut hukum, Bukan menurut undang-undang.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
NARAHUBUNG :
Dr. Jhon Eddy, S.E., S.H., M.H., M.Kn.
Ketua Umum P3HPI
Telp +6281380099739
*Adv. Ass. Prof. Dr. Gilbert Rely, S.E., S.H., Ak., M.Ak., MBA., CTA.* - SekJen P3HPI
Telp +62818129785
0 Komentar